Kekurangan dan Kelebihan Karyawan Gen Z untuk Perusahaan Manufaktur, ini Keluhannya

TariToro.com – Kalau ngomongin Gen Z (lahir 1997-2012) di dunia kerja, pasti ada yang bilang mereka kreatif, tech-savvy, tapi… susah diatur. Apalagi di industri manufaktur yang serba disiplin dan tradisional. Perusahaan sering banget kelimpungan ngadapin karakter unik Gen Z. Nah, biar nggak salah persepsi, Sahabat toro bahas dulu kelebihan dan kekurangan mereka di dunia pabrik!

Kelebihan Gen Z di Manufaktur: Mereka Bawa Angin Segar

1. Melek Teknologi & Cepat Adaptasi

Gen Z tuh lahir pas digital udah jadi oksigen, jadi mereka gampang banget nyerap teknologi baru. Di manufaktur yang sekarang pakai IoT, robotik, atau AI, mereka bisa belajar sistem lebih cepat dibanding generasi sebelumnya.

Contoh? Mereka lebih lancar pakai software produksi, CNC machines, atau bahkan AR/VR untuk training. Jadi, perusahaan bisa ngurangi waktu onboarding dan lebih efisien.

2. Kreatif & Mau Cari Solusi Baru

Gen Z nggak suka cara kerja yang “udah gitu aja dari dulu“. Mereka sering bawa ide segar, kayak:

  • Optimasi proses produksi pakai tools digital.

  • Bikin konten training yang lebih menarik (video TikTok-style, misalnya).

  • Nyarin solusi ramah lingkungan buat kurangi limbah pabrik.

Kalau dikasih ruang, mereka bisa jadi agent of change buat manufaktur yang biasanya kaku.

Baca Juga :  Hak Cuti Yang Di Dapatkan Karyawan Berdasarkan Peraturan Pemerintah, HRD Harus Paham Ini

3. Lebih Peduli Lingkungan & Etika Kerja

Gen Z itu kritis sama isu ESG (Environmental, Social, Governance). Mereka lebih milih perusahaan yang punya green manufacturing, limbah rendah, atau CSR jelas. Jadi, kalau perusahaan mau branding lebih sustainable, Gen Z bisa jadi pendorongnya.

Kekurangan Gen Z di Manufaktur: Ini yang Bikin HRD Garuk-Garuk Kepala

1. Kurang Siap Kerja Lapangan (Kerasan di Lapangan)

Dunia manufaktur tuh fisik, disiplin, dan monoton banget sama dunia digital yang mereka biasa. Banyak Gen Z yang:

  • Cepat lelah karena kerja shift panjang atau harus berdiri lama di production line.

  • Mentally unprepared untuk kerja repetitif (kayak ngecek produk di conveyor belt berjam-jam).

  • Minta fleksibilitas yang susah diterapin di pabrik (misalnya WFH… Lah, gimana caranya operasikan mesin dari rumah?).

2. Loyalitas Rendah & Sering Job-Hopping

Gen Z punya prinsip: Kalau nggak nyaman, cabut! Mereka nggak betah di tempat kerja yang:

  • Gajinya kurang kompetitif (apalagi kalau kerja keras tapi upah minim).

  • Nggak ada perkembangan karir (misalnya stuck jadi operator mesin bertahun-tahun).

  • Budaya kerjanya toxic (atasan otoriter, senioritas berlebihan).

Hasilnya? Turnover tinggi dan perusahaan harus ngulang training terus.

3. Kurang Sabar & Pengen Instan

Gen Z terbiasa semuanya cepat dari GoFood sampai TikTok 15 detik. Nah, di manufaktur, banyak proses yang butuh waktu lama (naik jabatan, tuning mesin, dll). Mereka gampang frustasi kalau:

  • Promosi lama.

  • Harus ngulang training dasar berkali-kali.

  • Prosedurnya birokratis (misalnya izin perbaikan mesin harus lewat 3 atasan dulu).

GEN Z DI MANUFAKTUR: PLUS MINUS & REALITANYA 

Buat sahabat toro para bos/manajer pabrik yang sering speechless ngadepin Gen Z, atau Gen Z yang pengen tahu kenapa dianggap unik di dunia manufaktur nih ada tabel jujur tanpa sugarcoating!

Kelebihan & Kekurangan GEN Z Di Manufaktur

Kategori Kelebihan Gen Z 🎯 Kekurangan Gen Z ⚠️ Solusi/Catatan 📌
💻 Tech-Savvy Lebih cepat adaptasi pakai mesin digital, IoT, atau software pabrik (e.g., ERP, MES) Kadang terlalu bergantung teknologi, kurang hands-on sama alat manual Kasih pelatihan gabungan manual + digital biar balance
🚀 Adaptabilitas Mudah terima perubahan (e.g., shift produksi dadan, sistem baru) Cepat bosan kalau kerjaan terlalu monoton (repeat task mulu) Rotasi tugas, kasih proyek kecil yang challenging
💡 Kreativitas Bisa kasih ide efisiensi (e.g., paperless report, otomasi) Kadang ide terlalu radikal buat industri tradisional Dengarkan, tapi filter mana yang feasible
⏳ Work-Life Balance Nggak mau overtime mulu—produktivitas lebih fokus Sering dikira “malas” padahal cuma efisien Atur shift jelas, hindari overwork culture
📢 Komunikasi Lebih terbuka ngomong safety issue/kendala kerja Gaya bicara terlalu langsung (kadang dianggap kurang sopan) Latih soft skills komunikasi formal
🔧 Skill Teknis Cepat belajar tools baru (e.g., CNC, robotic arm) Pengalaman praktik kurang dibanding generasi sebelumnya Pairing sama senior expert buat knowledge transfer
🔄 Loyalitas Jujur tentang ekspektasi (gaji, jenjang karier) Resign lebih cepet kalau nggak ada perkembangan Kasih roadmap karier jelas + program upskilling
🌱 Lingkungan Kerja Peduli sustainability (e.g., limbah, energi) Kadang kurang toleran sama kebiasaan lama (e.g., prosedur kuno) Libatkan mereka dalam proyek ESG
Baca Juga :  Syarat - Syarat yang Harus Dipenuhi Sebelum Ikut Ujian Kompetensi HRD

REAL TALK: GEN Z VS DUNIA MANUFAKTUR

  • Gen Z bisa jadi aset besar kalau dimanfaatin kreativitas & tech skill-nya.

  • Tapi jangan dipaksa kerja kayak boomer—mereka butuh fleksibilitas & purpose.

  • Solusi terbaik? Hybrid system: Gabungkan pengalaman senior + inovasi Gen Z.

Solusi Buat Perusahaan: Gimana Cara “Naklukin” Gen Z?

  1. Upgrade Sistem Training → Pakai video, gamifikasi, atau simulasi AR biar nggak boring.

  2. Kasih Jalur Karir Jelas → Misalnya program fast-track promotion buat yang performanya bagus.

  3. Dengarkan Masukan Mereka → Gen Z punya ide segar, jangan diabaikan!

  4. Seimbangkan Disiplin & Fleksibilitas → Misalnya kasih break lebih sering atau reward tambahan buat shift malam.

 

Gen Z di Dunia Manufaktur: Tantangan yang Bikin Mereka “Remuk Hati” dan Cara Bertahan

Jadi Gen Z yang kerja di perusahaan manufaktur tuh kayak jadi anak baru di sekolah kuno susah move on dari gadget, tapi harus masuk ke dunia yang serba disiplin, fisik, dan tradisional. Nggak heran banyak yang kaget pas pertama kali masuk. Nah, biar sahabat  toro nggak salah persiapan, ini tantangan terbesar Gen Z di manufaktur plus tips buat survive!

1. Budaya Kerja yang Super Ketat & Hierarkis

Realita pabrik:

  • Jam kerja fix, masuk pagi-pagi buta, shift malam, nggak ada fleksibilitas.

  • Aturan super ketat, dari seragam, absen, sampai larangan pakai HP di area produksi.

  • Senioritas masih kuat, harus nurut sama yang lebih tua, meskipun ide sahabat toro lebih oke.

Dampak buat Gen Z:
Mereka yang terbiasa fleksibel dan kolaboratif bakal kaget. Banyak yang stress karena merasa dikekang atau ide-idenya nggak didengar.

Tips survive:

  • Pelajari budaya perusahaan dulu sebelum protes.

  • Cari mentor yang bisa bantu sahabat toro adaptasi.

  • Sabar, naik level dulu baru bisa usul perubahan.

Baca Juga :  Membangun Hearty Service Excellent Buat Team ? Cek Kenapa Penting Keahlian ini Buat Perusahaan

2. Kerja Fisik & Lingkungan yang Keras

Realita pabrik:

  • Harus berdiri lama, angkat barang, atau kerja di ruangan panas/berisik.

  • Target produksi tinggi, kadang lembur mendadak.

  • Safety penting, tapi tetap aja risiko kecelakaan kerja ada.

Dampak buat Gen Z:
Generasi yang terbiasa kerja di depan laptop bakal kewalahan. Banyak yang cepat capek, sakit pinggang, atau bahkan resign karena nggak kuat.

Tips survive:

  • Latihan fisik biar stamina kuat.

  • Pakai alat safety dengan benar—jangan sok jagoan!

  • Cari teman kerja biar nggak merasa sendirian.

3. Minimnya Kesempatan Kreativitas & Inovasi

Realita pabrik:

  • Kebanyakan proses sudah standar, nggak boleh diutak-atik.

  • Perubahan lambat karena birokrasi panjang.

  • “Yang penting produksi jalan”—ide kreatif sering dianggap ganggu fokus.

Dampak buat Gen Z:
Mereka yang suka eksperimen dan improvisasi bakal frustasi. Banyak yang akhirnya males ngasih ide karena merasa percuma.

Tips survive:

  • Cari celah kecil buat improvisasi (misalnya efisiensi kecil-kecilan).

  • Ajukan ide lewat jalur resmi (presentasi ke atasan, kasih data pendukung).

  • Jangan menyerah—perlahan, perusahaan bakal liat nilai sahabat toro.

4. Teknologi yang Nggak Sepenuhnya Digital

Realita pabrik:

  • Mesin canggih ada, tapi prosedur masih manual (laporan pakai kertas, izin harus tanda tangan fisik).

  • IT terbatas, internet lemot, atau bahkan nggak boleh bawa HP.

  • Adaptasi teknologi lambat karena risiko produksi.

Dampak buat Gen Z:
Generasi yang hidup di dunia paperless dan serba digital bakal gemes sendiri.

Tips survive:

  • Sabarin proses, jangan maksa perubahan cepat.

  • Tawarkan solusi bertahap (misalnya digitalisasi pelan-pelan).

  • Manfaatin waktu luang buat belajar skill baru yang relevan.

5. Komunikasi yang Beda dengan Generasi Lama

Realita pabrik:

  • Bos atau senior lebih suka omong langsung, bukan lewat chat/email.

  • Bahasa kerja formal, nggak ada istilah “bro” atau “gaskeun”.

  • Konflik sering diselesaikan secara langsung, bukan lewat mediasi HR.

Dampak buat Gen Z:
Mereka yang terbiasa komunikasi santai & digital bisa kikuk atau salah paham.

Tips survive:

  • Latihan komunikasi tatap muka.

  • Perhatikan bahasa tubuh & nada bicara jangan terlalu casual.

  • Jangan takut bertanya kalau nggak ngerti.

6. Gaji & Benefit yang Nggak Sesuai Ekspektasi

Realita pabrik:

  • Gaji entry-level cenderung rendah dibanding sektor lain.

  • Benefit standar (BPJS, THR), jarang ada bonus kreatif.

  • Kenaikan gaji lambat, promosi butuh waktu lama.

Dampak buat Gen Z:
Mereka yang pengen cepat berkembang bakal kecewa dan cari kerja lain.

Tips survive:

  • Negosiasi sejak interview—tanya soal tunjangan, bonus, atau program pengembangan.

  • Cari side hustle kalau gaji memang kurang.

  • Fokus belajar skill baru biar bisa naik jabatan lebih cepat.

Kesimpulan Kekurangan dan Kelebihan Karyawan Gen Z untuk Perusahaan Manufaktur

Gen Z itu aset berharga kalau perusahaan bisa mengakomodasi gaya kerja mereka. Mereka inovatif, melek tech, dan peduli lingkungan—tapi butuh pendekatan berbeda dibanding generasi sebelumnya.

Jadi, daripada mengeluh, mending adaptasi biar perusahaan manufaktur nggak ketinggalan zaman. Setuju?

“Gen Z mungkin bikin pusing, tapi mereka juga bisa bikin pabrikmu go digital!”

 

Scroll to Top